
Gaya Hidup Seorang yang Memikirkan Gengsi: Antara Citra dan Realita
collarcityrecords – Di era modern seperti sekarang ini, fenomena hidup dengan mempertimbangkan gengsi menjadi sangat umum. Banyak individu, terutama di kalangan urban dan generasi muda, menjadikan gengsi sebagai dasar dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Mulai dari pilihan kendaraan, pakaian, tempat nongkrong, hingga pekerjaan, semuanya dipilih bukan semata karena kebutuhan atau kenyamanan, tetapi karena ingin tampil “lebih” di mata orang lain. Artikel ini akan mengupas secara mendalam tentang gaya hidup seorang yang memikirkan gengsi—bagaimana cara berpikirnya, pengaruh lingkungan, dampaknya terhadap kesehatan mental, hingga konsekuensi jangka panjang dalam kehidupannya.
1. Definisi Gengsi dan Mengapa Itu Penting bagi Sebagian Orang
Secara umum, gengsi adalah perasaan ingin dihormati atau dipandang tinggi oleh orang lain. Ini berkaitan erat dengan harga diri dan identitas sosial. Bagi sebagian orang, gengsi adalah bentuk perlindungan diri dari penilaian sosial negatif. Misalnya, seseorang merasa malu naik angkutan umum karena takut dianggap “nggak mampu”, padahal ia sedang ingin hidup hemat. Di sinilah gengsi berperan, yakni mendorong seseorang untuk bertindak demi menjaga citra, bukan kebutuhan.
2. Pola Pikir Gaya Hidup yang Berorientasi pada Gengsi
Seseorang yang memikirkan gengsi biasanya memiliki pola pikir berikut:
-
“Yang penting terlihat sukses.”
Bahkan jika harus mengorbankan kenyamanan finansial, mereka rela beli barang mewah asal bisa pamer di media sosial atau lingkungan kerja. -
“Apa kata orang lebih penting.”
Pilihan hidup sering didikte oleh pandangan orang lain, bukan keinginan pribadi. Misalnya, memilih jurusan kuliah, pasangan, atau tempat tinggal hanya karena ingin dianggap “wah”. -
“Lebih baik pura-pura kaya daripada jujur miskin.”
Fenomena fake it till you make it menjadi prinsip hidup. Akibatnya, banyak yang terjerumus ke utang konsumtif demi memenuhi gaya hidup yang tidak sesuai kemampuan.
3. Wujud Nyata dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari, gaya hidup yang memikirkan gengsi dapat dikenali dari berbagai aspek:
-
Gaya Berpakaian dan Barang Branded
Mereka rela membeli baju bermerek, sepatu limited edition, atau tas desainer dengan mencicil bahkan pinjaman online. Tujuannya jelas: ingin dianggap punya selera tinggi dan berada di kelas sosial atas. -
Mobil dan Gadget Mewah
Meskipun penghasilan tidak seberapa, mobil atau iPhone terbaru jadi target utama. Kadang mobil hanya dipakai untuk nongkrong di mall, bukan kebutuhan mobilitas harian. -
Tempat Makan dan Liburan
Nongkrong di kafe mahal, staycation di hotel bintang lima, atau liburan ke luar negeri hanya demi konten media sosial. Mereka tidak benar-benar menikmati pengalaman itu, melainkan hanya ingin diakui oleh orang lain.
4. Pengaruh Media Sosial dalam Mendorong Gengsi
Media sosial menjadi panggung utama bagi orang-orang yang hidup dengan gengsi. Instagram, TikTok, dan Facebook sering dijadikan tempat untuk menampilkan gaya hidup glamor. Sayangnya, banyak dari konten tersebut tidak mencerminkan realitas. Orang-orang mengunggah momen terbaik mereka, menyembunyikan sisi gelap dan tekanan yang mereka hadapi. Akibatnya, pengguna lain merasa tertinggal dan ikut-ikutan hidup dalam standar semu itu demi mengimbangi atau melebihi citra orang lain.
5. Tekanan Mental dan Finansial
Gaya hidup yang berlandaskan gengsi sangat rentan membawa tekanan mental. Mengapa?
-
Stres karena harus terus tampil sempurna
Mereka khawatir jika suatu hari tidak bisa mempertahankan citra, maka harga diri akan runtuh. Hal ini bisa menyebabkan kecemasan berlebihan dan depresi. -
Utang yang menumpuk
Karena gaya hidup tidak sesuai pemasukan, akhirnya mereka terjebak dalam hutang konsumtif. Banyak yang rela ambil pinjaman online untuk memenuhi gaya hidup ini, yang akhirnya jadi bumerang. -
Ketakutan akan Penilaian Sosial
Mereka hidup dalam ketakutan akan “omongan orang”. Setiap keputusan kecil pun dipertimbangkan apakah akan memperkuat atau merusak citra.
6. Dampak Sosial dan Relasi
Orang yang memikirkan gengsi cenderung menjaga jarak dengan orang-orang yang dianggap tidak selevel. Akibatnya:
-
Relasi jadi dangkal dan penuh kepura-puraan.
Mereka hanya berteman dengan orang yang bisa menaikkan citra sosialnya, bukan karena kenyamanan emosional atau kepercayaan. -
Sulit membangun hubungan yang jujur.
Dalam hubungan asmara misalnya, banyak yang memilih pasangan berdasarkan status sosial, bukan kepribadian. -
Munculnya budaya saling pamer
Dalam lingkungan kerja atau pertemanan, gengsi menciptakan atmosfer saling saingan yang tidak sehat. Tidak ada yang mau terlihat “biasa saja”.
7. Cara Mengatasi Gaya Hidup Berbasis Gengsi
Tidak mudah melepaskan diri dari gengsi, apalagi jika sudah menjadi kebiasaan. Namun, ada beberapa cara yang bisa membantu:
-
Introspeksi Diri
Tanyakan: “Apakah saya melakukan ini karena saya ingin, atau karena ingin dilihat orang?” -
Fokus pada kebutuhan, bukan penampilan
Utamakan fungsi dan manfaat dalam memilih barang atau gaya hidup. -
Batasi konsumsi media sosial
Kurangi waktu scroll media sosial dan mulai sadari bahwa banyak yang ditampilkan di sana tidak sepenuhnya nyata. -
Bangun harga diri dari dalam
Hargai diri sendiri bukan karena penampilan, tapi karena nilai, prinsip, dan kemampuan diri.
8. Hidup Sederhana Bukan Berarti Gagal
Hidup tanpa gengsi bukan berarti hidup seadanya. Justru, hidup sederhana dengan kesadaran dan kejujuran bisa membawa kedamaian. Tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain. Masing-masing punya waktu dan prosesnya sendiri. Seseorang yang sukses tidak selalu yang terlihat glamor—kadang mereka justru yang bekerja keras di balik layar dan tidak peduli dengan pengakuan publik.
Penutup
Gaya hidup yang memikirkan gengsi adalah refleksi dari tekanan sosial dan budaya konsumtif yang melekat dalam masyarakat modern. Meski terlihat menyenangkan di permukaan, namun gaya hidup ini bisa menggerogoti kesehatan mental, keuangan, dan relasi sosial. Dengan meningkatkan kesadaran diri, mengurangi ketergantungan pada validasi sosial, serta hidup lebih autentik sesuai kebutuhan, seseorang bisa terbebas dari belenggu gengsi. Akhirnya, hidup menjadi lebih jujur, ringan, dan bermakna.